Nama : Adi Sih
Nugroho
NIM :
01110010
Tugas : Makalah
Akhir Semester
Mata
Kuliah :
Pendidikan Kristiani Spiritualitas
Dosen Pengampu : Pdt. Tabita Kartika
Christiani , M.Th , Ph.D
Pentingnya
Latihan Pengambilan Keputusan di Kalangan Pemuda Kristen dengan Aplikasi
Pendekatan Pertumbuhan Spiritual
Pengambilan
keputusan, pasti merupakan sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita.
Karena apa yang disebut dengan hidup, erat kaitannya dengan apa yang disebut
dengan keputusan. Seseorang tak bisa dengan gampangnya secara langsung menjadi
trampil dalam mengambil keputusan. Dalam
sebuah keputusan perlu adanya suatu proses, dan dalam proses itulah terjadi apa
yang disebut dengan “berlatih”. Karena suatu pengambilan keputusan baik yang
besar maupun kecil memiliki dampak dan resiko masing-masing, maka itu
perlu adanya hal yang disebut latihan.
Dalam Latihan ini, sebenarnya yang ingin dicapai bukan hanya pencapaian dalam
hal keputusan, namun juga pelatihan untuk tanggung jawab akan apa yang
diputuskan oleh seseorang itu. Hal ini
dimaksudkan agar ketika mendapati resiko atau hal-hal yang mungkin ak
diinginkan berkaitan dengan keputusan yang ia ambil, orang tersebut mampu
bertanggung jawab.
Mengambil
keputusan juga bukanlah hal yang remeh dan dapat dilakukan begitu saja tanpa
satu atau dua pertimbangan, membuat pertimbangan yang mantap ini juga merupakan
hasil yang diharapkan dari sebuah latihan pengambilan keputusan ini. Dalam
penulisan paper ini, penulis tertarik untuk menerapkan latihan pengambilan
keputusan ini pada mereka yang berada di usia muda. Seorang pemuda (kaum muda)
dengan umur terbentang dari antara 15 hingga 24 ada dalam tahap pertumbuhan
fisik dan perkembangan mental, emosional , sosial, moral, serta religius [1].
Nah
dalam tahap berkembang inilah sudah selayaknya mereka- mereka yang ada di usia
muda ini mendapat pengarahan yang baik, mengingat posisinya yang masih ada
dalam taraf berkembang, jangan sampai jika proses beerkembang ini terhambat
oleh hal-hal yang berkaitan dengan keputusan, pun yang dilatarbelakangi dengan
ketidak hati-hatian dalam mengambil keputusan, hingga membuat mereka menyesal
akan apa yang mereka putuskan. Selain diharapkan bahwa pemuda bisa menjadi
trampil, hal lain yang diharapkan bisa terjadi dalam diri pemuda adalah sebuah
pertumbuhan dalam sisi spiritualitas. Di mana spiritualitas juga harus dibangun
untuk mengembangkan dan menyeimbangkan kestabilan keadaan jiwa, emosional, juga
perasaan. Dalam buku Mapping Christian Education bahkan disebutkan bahwa dalam
membangun spiritualitas dan seseorang
diharapkan adanya suatu transformasi
dalam hidupnya,[2]
agar suatu transformasi benar-benar terjadi ada hal-hal mendasar lain yang juga
harus diperhatikan dalam diri kaum muda sebelum melakukan latihan pengambilan
keputusan.
Masa
muda yang adalah masa mencari identitas, rentan membuat kaum muda getol dalam
mencari citra dirinya. Bahkan tak jarang karena suatu identitas yang
diinginkan, pemuda tersebut mengambil sebuah keputusan. Namun yang patut
dipertanyakan di sini adalah , bahwa apakah keputusan yang didasari dengan rasa
ingin akan suatu identitas adalah keputusan yang “baik” ?
Dalam
mendapatkan identitas, orang muda menerima tanggung jawab atas dirinya sendiri,
dan atas keputusan sendiri dalam bidang bidang hidup tertentu mereka mampu
mengambil tanggung jawab terhadap keputusan pribadi , dan terhadap keterlibatan
mereka bagi orang lain dan masyarakat.[3]
Upaya Pengenalan akan Identitas
sebelum melangkah pada Latihan pengambilan
keputusan.
Identitas,
di mana merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia sendiri, tentu perlu
dikenali bahkan dicari sejak muda. Dalam rangka pencarian identitas ini banyak
pula hal yang mungkin saja terjadi termasuk tindakan-tindakan negatif yang
mungkin saja dilakukan oleh para pencari identitas di usia dini. Misalnya saja
tawuran-tawuran yang terjadi di tingkat pelajar SMA yang tak jarang hal ini
dicurigai sebagai ajang untuk mencari identitas atau bahkan mempertahankan
Identitas kelompok, gank atau golongan bermainnya.
Pemuda
Kristen, tentu bukanlah pemuda-pemuda yang bebas dan lepas dari permasalahan
pencarian identitas ini dan apa saja yang mungkin saja ia lakukan dibaliknya.
Mungkin jika suatu pembinaan yang berkenaan dengan masalah pencarian identitas diberikan oleh gereja bisa sedikit
menolong, namun nyatanya ini pun bukanlah suatu jaminan. Pencarian identitas
tidak semata-mata hanya berpusat pada identitas yang dicari. Melainkan,
pencarian identitas justru disertai dengan permasalahan krisis identitas dan
hal ini pun tak luput dari masing-masing orang termasuk pemuda. Permasalahan
krisis identitas jarang terjadi tanpa perjuangan batin. Psikolog James Marcia
dalam buku Spiritualitas kaum muda bahkan pernah melakukan penelitian dan
mempelajari pencapaian identitas berdasarkan kriteria krisis dan keterlibatan.
Pada waktu mengalami Krisis, orang muda meninjau kembali pandangan, dan tingkah
laku mereka. Menyelidiki berbagai pilihan hidup, dan membuat berbagai macam
pilihan di bidang mendasar, misalnya agama, profesi, bahkan hubungan pribadi[4]
Dalam
hal menyadaridari identitasnya sendiri ini, sebenarnya kaum muda sedang berada
di tahap pra latihan ( atau mungkin bisa disebut mencoba sebelum latihan),
karena tanpa kita sadari atau tidak, dalam memutuskan untuk berubah atau tidak
dari apa yang dilihat dan dirasakan itu pun, sudah terjadi suatu discerment
(pengambilan keputusan) di mana pemuda mau berubah atau tidak dari apa yang
dikritisi dari dalam dirinya sendiri yang bahkan mungkin juga terkait dengan
relasinya dengan orang-orang disekitarnya.
Senada
dengan apa yang diungkapkan di dalam buku spiritualitas kaum muda mengenai
adanya pergolakan batin pun dalam mencari dentitas juga mengatasi krisis
identitas, Paul Suparno S.J dalam bukunya yang berjudul Discerment juga
menyatakan bahwa selain adanya pengolahan data dan mengembangkan pikiran, perlu
juga adanya pengasahan batin dalam salah satu sikap yang diperlukan dalam
discernment. Pengasahan batin ini tentu membawa pengambil discernment pada satu
titik, yakni pergolakan batin. [5]
Dalam
buku personal Vacation , Herbert Alphonso SJ, bahkan menyatakan bahwa Pengalaman
adalah hal yang Istimewa dalam kaitannya dalam sebuah peziarahan hidup pribadi.
Di mana pengalamanlah yang mengajarkan seseorang untuk berkaca di kehidupannya
mendatang [6]
ini artinya, dapat disimpulkan bahwa masa pencarian identitas ini juga memberi
sebuah pengalaman dalam diri kaum muda.
Harapannya memang setelah sadar akan identitasnya (kenal), dalam
bertindak, kaum muda bisa lebih hati hati dan berpatokan pada kondisi
identitasnya, maksudnya ialah ada rambu-rambu yang diwaspadai misalnya terkait
dengan kondisi emosional, yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Memulai Latihan Pengambilan
Keputusan dengan Hal-hal yang Sederhana
Sebuah
cerpen yang berkaitan dengan keputusan menginspirasi penulis dalam hal
memikirkan apa yang perlu dilakukan dalam sebuah latihan pengambilan keputusan
di tahap awal. Cerpen yang berjudul “Mengambang” yang tergabung dalam buku “Bagaimana
Aku Mengambil Keputusan” di mana dalam cerpen itu sedikit banyak berbicara mengenai keputusan kecil.
Diantaranya : Kita dapat mengamati keputusan-keputusan kecil yang kita buat,
dan dengan demikian melihat bagaimana agar kita dapat lebih banyak
mengendalikan diri dari pada dikendalikan. Di sini juga dikatakan bahwa hal
yang membuat keputusan-keputusan kecil menjadi begitu penting adalah karena
keputusan-keputusan kecil secara akan membentuk pola kehidupan[7].
Dengan
demikian nampak bahwa keputusan-keputusan yang kadang dibilang kecil atau
bahkan remeh, secara tidak langsung berpengaruh pada pembentukan pola pikir.
Pola pikir inilah yang semakin hari dan semakin lama akan berpengaruh pada
proses penentuan keputusan selanjutnya. Dengan demikian alangkah lebih baiknya
jika pencegahan agar pemuda tidak gegabah dalam mengambil keputusan segera
dilakukan. Pengambilan keputusan dari
hal yang sederhana ini harapannya juga mulai mengarahkan pemuda (yang adalah
“sang pengambil keputusan” untuk dapat mengkonfirmasi dirinya, maksudnya adalah
menerima keadaan atau bahkan keberadaan dirinya dalam mengambil keputusan. Karena
sebenarnya konfirmasi diri adalah hal yang penting karena ia berkaitan pula
dengan elemen-elemen pengalaman yang dimiliki dalam sebuah peziarahan hidup
pribadi, juga dalam pengambilan keputusan[8]
Aplikasi Pendekatan Pertumbuhan Spiritual
dalam Latihan Pengambilan Keputusan.
Suatu
keputusan yang diambil, baik yang diambil oleh seseorang maupun kelompok. Tentu
berpengaruh pada kehidupan dan pertumbuhan Spiritualitasnya. Karena dalam
latihan pengambilan keputusan pasti ada suatu pergolakan batin. Hal ini juga
mungkin terjadi dalam sebuah latihan pengambilan keputusan. Karena tujuan yang
terkandung dari berlatih, apabila kegiatan berlatih tersebut dijalani dengan
serius, adalah: agar pelatihan tersebut benar-benar bisa menjadi bekal. Sharing
atau berbagi pengalaman sebenarnya adalah cara yang efektif untuk membantu
mengarahkan seseorang yang ingin melakukan pengambilan keputusan. Karena
setidaknya dengan berbagi, beban seseorang bisa sedikit berkurang. Mengapa
penulis di sini mengatakan beban? Karena
bisa saja sebuah keputusan yang sedang dipikirkan menjadi beban bagi seseorang
yang memikirkan. Dan lagi-lagi, di saat seseorang berinteraksi dan mencoba
mendengar dan memberi masukan antara satu sama lain sedang terjadi pertumbuhan
spiritualitas dalam keduanya.
Penerapan
pendekatan pertumbuhan spiritual kaitannya dalam hal latihan mengambil
keputusan ini setidaknya perlu adanya komunitas kecil. Nah dalam sebuah
komunitas kecil inilah,masing-masing pribadi bisa saling berbagi dan kemudian
saling menguatkan. Dalam proses saling menguatkan inilah sebenarnya sedang
terjadi proses pengambilan keputusan, bahkan bisa keputusan pribadi ataupun
juga keputusan bersama.
Dalam
prosesnya, discernment yang ada dalam latihan pengambilan keputusan untuk kaum
muda dengan pendekatan pertumbuhan spiritual ini nampaknya hampir mirip
langkah-langkahnya dengan discernment bersama yakni, discernment yang
sebenarnya merupakan discernment seseorang yang dibantu oleh kelompok dan di
mana keputusan terrakhir ada di tangan individu yang meminta bantuan tadi[9]
Bedanya
adalah : Karena ini bentuk dan sifatnya adalah latihan. Maka yang dibutuhkan
adalah suatu proses yang bertahap. Jadi tidak hanya selesai , kemudian
seseorang mengambil keputusan berdasarkan masukan dari teman temannya , lalu
seseorang tersebut bersyukur kepada Tuhan[10]
Namun lebih ke arah bagaimana keputusan yang ada ini tak hanya membangun satu
orang atas masukan banyak orang, tetapi dapat membangun satu sama lain dalam
sebuah komunitas di mana dari situlah spiritualitas bertumbuh secara perlahan.
Tentu saja hal ini bisa kita terapkan dalam membuat latihan bagi para pemuda
mengingat di usia muda lah yakni bertaut antara 15-hingga 24 tahun, pemuda
sedang mengalami masa di mana mereka sedang asik dengan kegiatan-kegiatan
berkumpul dengan teman-teman, dan alangkah lebih baiknya jika acara berkumpul
ini menjadi acara yang tak sekedar berkumpul namun ada suatu manfaat dalam
perkumpulan itu. Hal semacam ini sebenarnya justru membantu menghindarkan
pemuda dari apa yang disebut dengan krisis iman, dan juga membantu
menanggulangi krisis identitas yang terjadi dalam diri kaum muda.
Kemampuan
Kognitif yang berkembang dalam dalam kaum muda, memang bertautan dengan masalah-masalah perkembangan-perkembangan
yang lainseperti misalnya identitas diri dan hal inilah yang juga menjadi
pengaruh dari timbulnya krisis iman di kalangan kaum muda.[11]
Kembali
pada pembentukan komunitas kecil, yang sedari tadi telah diusulkan oleh
penulis, dalam latihan pengambilan keputusan. Terkait dengan masalah metode,
mungkin pembentukan kelompok-kelompok kecil ( yang dapat menjadi sahabat dalam
sharing) antara satu sama lain dapat membantu, mungkin jika konteksnya ada di
dalam gereja hal ini dapat dilakukan dengan cara menyisipkan pelatihan dalam
sebuah materi Kebaktian Pemuda dan mungkin dibuat berseri. Atau jika mau
membuat metode KTB (kelompok tumbuh bersama) juga nampaknya cocok , dan tentu
dengan memperhatikan aspek pertumbuhan spiritualitas para pemuda. Latihan
pengambilan keputusan ini memang lebih efektif dilakukan dalam suatu komunitas
agar dari antara mereka bisa saling mengingatkan. Selain bisa saling
mengingatkan, hal in juga membuat mereka
bisa memiliki semangat untuk berlatih memikirkan apa yamg mereka
putuskan akan lebih kuat apabila dilaksanakan secara bersama-sama
latihan mengambil keputusan, harapannya bisa dilakukan tidak hanya dalam komunitas tersebut, namun juga ketika pemuda berdiri sendiri sebagai dirinya, yang harus memutuskan sesuatu untuk dirinya, oleh dirinya dan juga bagi dirinya. Latihan pengambilan kepurusan yang dilakukan dengan cermat tentu akan membantu bagi pemuda (tak hanya dalam hal memutuskan sesuatu) namun juga untuk melatih diri mereka menjadi bijaksana sejak muda. Karena dengan bersikap bijaksana, tentu mereka tak akan gegabah dalam memutuskan sesuatu, dan dalam kebijaksanaan pasti terpola juga spiritualitas yang bertumbuh.
latihan mengambil keputusan, harapannya bisa dilakukan tidak hanya dalam komunitas tersebut, namun juga ketika pemuda berdiri sendiri sebagai dirinya, yang harus memutuskan sesuatu untuk dirinya, oleh dirinya dan juga bagi dirinya. Latihan pengambilan kepurusan yang dilakukan dengan cermat tentu akan membantu bagi pemuda (tak hanya dalam hal memutuskan sesuatu) namun juga untuk melatih diri mereka menjadi bijaksana sejak muda. Karena dengan bersikap bijaksana, tentu mereka tak akan gegabah dalam memutuskan sesuatu, dan dalam kebijaksanaan pasti terpola juga spiritualitas yang bertumbuh.
Sesuatu
yang ungkin dinilai sulit, kecenderungannya akan tetap sulit apabila tidak
dibiasakan. Nah pembiasaan juga termasuk dalam hal sikap berfikir kritis dan
cermat dalam mengambil keputusan. Ketika nilai-nilai kebijaksanaan,kecermatan
maupun ketelitian dalam mengambil keputusan sudah tertanam dalam diri pemuda,
maka niscahya ia akan menjadi pemuda yang berkarakter. Karakter yang kuat
dan diiringi Spiritualitas yang
bertumbuh, pasti menjadi bekal yang terus berguna bagi hidup kita di masa tua.
Hingga pemuda boleh menjadi sosok yang bertumbuh dewasa,dan kelak di masa tua
dapat memiliki pola pikir yang matang dalam mengambil keputusan diiringi dengan
bertumbuhnya sisi spiritualnya
Daftar
Pustaka
-
Shelton
Charles M.SJ , Spiritualitas Kaum Muda1987 .Yogyakarta : Kanisius
-
Seymour, Jack L. Mapping Christian Education. 1997. Nashville: Abingdon Press
-
Paul Suparno SJ, Discernment 2009 .Yogyakarta : Kanisius
-
Herbert
Alphonso , SJ ,The Personal Vacation. 1990 . Rome: Centrum
Ignatianum Spiritualitatis
-
Larry
Richards , Bagaimana Aku Mengambil
Keputusan. 1986 Jakarta : BPK Gunung Mulia
[1] Shelton
Charles M.SJ , Spiritualitas Kaum Muda,
Bagaimana mengenal dan mengembangkannya , Perkembangan Kognitif Yogyakarta
Kanisius 1987 p 9
[2]Jack L Seymour , Mapping Christian
Education ,Educating Person,Nashville,Abingdon Press p 94 Mapping 59
[3]Shelton
Charles M.SJ , Spiritualitas Kaum Muda,
Bagaimana mengenal dan mengembangkannya , Perkembangan Kognitif Yogyakarta
Kanisius 1987p 76
[4]Ibid p 76
[5]Paul
Suparno , SJ , Discernment ,Panduan Mengambil Keputusan. Yogyakarta Kanisius
2009 p 41
[6]Herbert
Alphonso , SJ , The Personal Vacation,
Transformation in Depth through the spiritual Exercise , Discerntmen , Rome ,
Centrum Ignatianum Spiritualitatis 1990 p 39
[7]Larry
Richards , Bagaimana Aku Mengambil Keputusan , Mengambang . Jakarta, BPK Gunung
Mulia 1986 p 4
[8]Herbert
Alphonso , SJ , The Personal Vacation,
Transformation in Depth through the spiritual Exercise , Discerntmen , Rome ,
Centrum Ignatianum Spiritualitatis 1990 p 42
[9]Paul
Suparno , SJ , Discernment ,Panduan Mengambil Keputusan. Yogyakarta Kanisius
2009 p 81
[10]Ibid p 84
[11]Shelton
Charles M.SJ , Spiritualitas Kaum Muda,
Bagaimana mengenal dan mengembangkannya , Perkembangan Kognitif Yogyakarta
Kanisius 1987 p 18